Hukum dan Masyarakat


MediaBengkah.com -  Suatu wilayah (teritorial) atau negara yang mendapatkan pengakuan dari wilayah/negara lain yang didalamnya terdapat masyarakat atau penduduk adalah sesuatu yang tidak lepas dari tatanan dan aturan yang berfungsi sebagai penertib  wilayah atau negara tersebut  beserta isinya. Manusia selaku pengelola didalam wilayah dan masyarakatnya membuat aturan-aturan guna menjadikan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan  sebagai orientasinya . Hukum yang merupakan himpunan peraturan mengikat yang didalamnya terdapat sanksi tegas, yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur ketertiban dalam wilayah dan system sosial (interaksi masyarakat) sehingga tercipta keadilan dan kesejahteraan dalam lingkungan masyarakat diharapkan mampu berperan sebagaimana mestinya.

Pada hakikatnya, hukum  itu tumbuh  dan digunakan akibat dari pada peristiwa yang timbul di dalam lingkungan masyarakat yang pada saat itu masih terdapat keraguan dan kebimbangan dalam pemecahan masalahnya, sehingga hukum itu masuk dan menyatu dengan kehidupan setiap manusia yang pada teritorialnya diatur olehnya (hukum adat/tidak tertulis). Bahkan ada pakar dari yunani yang menyatakan Ubi societas ibi justicia “dimana ada masyarakat dan kehidupan disana ada hukum (keadilan). Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum dan masyarakat adalah bagian yang satu dan tidak terpisahkan sehingga tidak akan ada masyarakat jika tidak ada hukum, sebaliknya; tidak akan ada hukum tanpa masyarakat.

Setiap peristiwa hukum yang timbul didalam lingkungan sosial itu sering kali menjadi suatu problem dalam kehidupan mereka, sehingga terjadi suatu kekacauan (chaos) yang merusak system sosial tersebut. Oleh karena itu, hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat itu (hukum adat/tidak tertulis) tidak efektif dalam memberikan dan menjamin hak dan kewajiban masyarakat sehingga diperlukan adanya hukum secara tertulis yang menjamin suatu kepastian hukum yang mengikat dan memberikan sanksi yang tegas bagi mereka yang melawan hukum.


Jadi, hukum tidak tertulis/hukum adat yang berkembang didalam lingkungan kemasyarakatan tidaklah memberikan kepuasan atau keadilan bagi mereka yang terlibat didalamnya. Karena dalam hukum adat, aturan-aturan dan sanksinya tidak ada kejelasan yang mengakibatkan kesimpang siuran di dalam masyarakat dalam menjalankan hukum tersebut. Sehingga jika ada suatu tindakan dari pelaku delik atau “dader” yang diproses atau ditindak lanjuti dengan hukum adat, maka hukum dapat dijatuhkan berdasarkan kehendak masyarakat secara subyektif, sehingga kepastian hukum tidaklah menjadi landasan utama bagi masyarakat adat tersebut. Oleh karena itu hukum tertulis menjadi alternative guna menegakan keadilan yang objektif .

Hukum tertulis yang berupa kodifikasi dibuat berdasarkan konsensus masyarakat sehingga hukum itu timbul berdasarkan kesepakatan. Pada abad ini, hukum tertulis yang berupa undang-undang dibuat oleh eksekutif dan disetujui oleh lagislatif yang kemudian dimuat segaligus di deklarasikan dalam Lembaran Negara oleh Sekretaris Negara. Setelah undang-undang tersebut melahirkan hukum untuk senantiasa di taati demi terwujudnya tertib hukum, maka berlakulah asas fictie yang menyatakan bahwa “setiap orang dianggap telah mengetahui adanya suatu undang-undang”. Hal ini berarti bahwa tidak ada alasan bagi seseorang yang terlibat atau melanggar hukum dengan pernyataan dia tidak tahu menahu undang-undang atau hukum dan/atau peraturan yang ia langgar.


BBC (Blogger Bengkah Community)

Ditulis oleh guna pemenuhan tugas kuliah ASPEK HUKUM TI Oleh :
Nama : Hanendya Panduwinata
Kelas : TI.P.19
NPM : 888740806190113
Dosen : Eko Siswanto, S.Kom, M.Kom


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel